Menjawab Keraguan Tentang Ekonomi Islam

20/12/2008 14:11

 

Menjawab Keraguan Tentang Ekonomi Islam

Oleh Yanis Okta Reza

( ka dept. Pengembangan Ekonomi KAMMI Komsat UHAMKA)

Apakah Islam memiliki system ekonomi yang berbeda dengan system ekonomi lainnya? Pertanyaan ini mungkin ada dalam pikiran ummat Islam pada umumnya dan mungkin salah satunya ada dalam pikiran sobat pembaca. Di Indonesia kata-kata Islamic Economic baru mulai booming pada era 90-an yang ditandai mulai berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah. Jika dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk muslim lainnya, bahkan negara berpenduduk non muslim seperti Filipina, Inggris, Singapura dan lainnya memang kita ketinggalan jauh, bahkan di era 80-an USA sudah mulai bicara Islamic Economic. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa sisa-sisa keberhasilan sekulerisasi yang dilakukan kolonialisme di Indonesia masih mengakar di masyarakat. Masyarakat masih menganggap bahwa Islam hanya mengatur masalah-masalah ibadah dalam pengertian sempit, dan tidak mengatur masalah-masalah sosial termasuk ekonomi.

Lebih kurang ¼ abad yang lalu Yusuf Qardhawi pernah ditanyai dengan pertanyaan serupa oleh temanya seorang akademisi di Eropa dalam suatu forum :”apakah anda memiliki keyakinan bahwa Islam memiliki sistem ekonomi ataupun politik yang berbeda dengan sistem lainnya? Baik dari segi sistem maupun aturannya?”. Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa jika yang dimaksud dengan sistem atau aturan yang dalam bentuk terurai yang mencakup cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam, maka dia jawab tidak ada. Tetapi jika yang dimaksud adalah gambaran secara global yang mencakup pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti, arahan-arahan prinsip yang juga mencakup sebagian cabang penting yang bersifat spesifik, maka dia jawab Islam punya lho Friend!.

Hal ini disebabkan sistem Islam menetapkan secara global dalam masalah-masalah yang mengalami perubahan, karena perubahan lingkungan dan zaman. Sebaliknya menguraikan secara terperinci pada masalah-masalah yang tidak mengalami perubahan. Tidak diragukan lagi, bahwa ekonomi dan politik termasuk masalah-masalah yang banyak mengalami perubahan. Karena itu cukuplah dalam masalah ini, nash-nash yang menetapkan prinsip dan dasar yang bersifat meyeluruh dan arahan yang bersifat prinsip. Inilah yang dimaksud Yusuf Qradhawi ketika meyebutkan sistem dan aturan Islam.

Posisi Ekonomi Dalam Ajaran Islam

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ajaran Islam terdiri dari aqidah, akhlak, dan syari`ah. Ketiga hal ini diturunkan untuk mengarahkan manusia kepada falah (kebahagian). Dengan aturan bahwa halhal yang berkaitan dengan prinsip aqodah adlah tetap, sedangkan syari`ah merupakan wilayah yang bisa menerima perubahan dan juga ada prinsip yang bersifat tetap, sedangkan akhlak merupakan cerminan diterapkannya aqidah dan syari`ah.

Kenapa wilayah syari`ah ada yang tetap dan ada wilayah diberikan potensi terjadinya ijtihad? Hal ini disebabkan karena wilayah ini membahas masalah ibadah dan mu`amalah. Karena ekonomi berada pada wilayah mu`amalah, maka berlaku kaidah ushul fiqh ” al-ashl fil mu`amalah al ibahah, illa idza ma dalla al-dalil ala khilafihi.”  yaitu karena perkara mu`amalah pada dasarnya diperbolehkan, kecuali ada dalil yang melarang. Konsep ini berolah belakang dengan masalah ibadah yang melarang kita mengerjakan suatu amal tanpa ada dalil yang memerintahkan. Kita pasti bisa bayangkan jika syari`ah tidak memberikan ruang kepada manusia untuk mengaktualisasikan diri dalam masalah sosial seperti ekonomi, politik dan lainnya.

Nilai-nilai dan Karakteristik Ekonomi Islam

Ketika kita membicarakan nilai-nilai yang terdapat dalam ekonomi Islam maka setidaknya para ekonom Muslim mengacu pada empat nilai dasar, yaitu nilai Rabbaniyah (ketuhanan), nilai akhlak, nilai kemanusiaan, serta pertengahan. Nilai-nilai inilah yang menggambarkan keunikan yang utama bagi ekonomi Islam, bahkan kekhasan ini juga terlihat jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran Islam.

Nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari syari`at Islam dan keunikan peradaban Islam. Berdasarkan hal ini, seharusnya dengan penuh percaya diri dan optimis, bahwa ekonomi Islam berbeda dengan yang lainnya. Ia adlah ”ekonomi akhlak”. ”ekonomi berwawasan kemanusiaan”, ”ekonomi ilahiah”, dan ”ekonomi pertengahan”. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan dampak bagi seluruh segi ekonomi Islam dan mu`amalah Islam di bidang harta berupa produksi, konsumsi, distribusi, dan sirkulasi. Semua itu dibentuk dengan nilai-nilai tersebut, sebagai cerminan darinya ataupun penegasan baginya. Jika tidak demikian , maka ke-Islam-an itu hanya sekedar simbol dan pengakuan.

Organization Chart

 

—————

Back


Contact

KAMMI Komsat UHAMKA

jl.limau II gandaria selatan kebayoran baru jakarta selatan


085694539078,